iklan

Selasa, 08 April 2014

Pengertian Politik Hukum dalam Pandangan Mahfud MD


Politik Hukum Adalah "Legal Police atau garis (Kebijakan) resmi tentang hukum yang akan diberlakukan baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan penggantian hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan negara".
Definisi yang pernah dikemukakan oleh beberapa pakar lain menunjukan adanya persamaan substanntif dengan defenisi yang penulis kemukakan.
·         Padmo wahjono mengatakan bahwa politik hukumadalah “kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk, maupun isi hukum yang akan dibentuk”. Di dalam tulisannya yang lain Padmo Wahjono memperjelas definisi tersebut dengan mengatakan bahwa politik hukum adalah kebijakan penyelenggaraan negara tentang apa yang dijadikan kriteria untuk menghukum sesuatu yang didalamnya mencakup Pembentukan, penerapan, dan penegak hukum.
·         Teuku Mohammad Radhie mendisikan politik hukum sebagai suatu pernyataan kehendak penguasa negara mengenai hukum yang berlaku di wilayahnya dan mengenai arah perkembangan hukum yang dibangun.
·         Satjipto Rahardjo mendefinikan politik hukum sebagai aktifitas memilih dan cara yang hendak dipakai untuk mencapai suatu tujuan sosial dengan hukum tertentudidalam masyarakat yang cukupannya melipati jawaban atas beberapa pertayaan mendasar, Yaitu :
1.      Tujuan apa yang hendak dicapai melalui sistem yang ada,
2.      Cara-cara apa dan yang mana yang dirasa paling baik untuk dipakai dalam mencapai tujuan tersebut,
3.      Kapan waktunnya dan melalui cara bagaimana hukum itu perlu diubah,
4.      Dapatkah suatu pola yang baku dan mapan dirumuskan untuk membantu dalam memutuskan proses pemilihan tujuan serta caraa-cara untuk mencapai tujuan tersebut dengan baik.
·         Mantan ketua perancang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Soedarto mengemukakan bahwa politik hukum adalah kebijakan negara melalui badan-badan negara yang berwenang untuk menetapkan peraturan-peraturan yang dikehendaki yang di perkirakan akan dipergunakan untuk mengepresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang di cita-citakan. Pada tahun 1986, Soedarto mengemukakan kembali bahwa politik hukum merupakan upaya untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu.

Sumber : Politik Hukum di Indonesia Pengarang PROF. DR. MOH. MAHFUD MD
Share:

Senin, 07 April 2014

Putusan Mahkamah Agung Tentang Waris



PUTUSAN
NOMOR 3523 K/Pdt/2012
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
MAHKAMAH AGUNG
Memeriksa Perkara Perdata dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara :
H. RASYID Bertempat tinggal di jalan Andalas No. 46 Watampone, Kabupaten Bone, Dalam hal ini dilanjutkan ahli warisnya Niewana rasyid S.S, M.Pd, Bertempat tinggal di Kelurahan Menurung kecamatan T. Riattang Kabupaten Bone, Bedasarkan sarat ijin Insidentik dari ketua pengadilan negri warampone No. 05/pen.Pdt.G/2007/PN/\.WTP Tanggal 23 juli 2007 :
Pemohon kasasi dahulu tergugat / Pembanding :
Melawan
H. HASIM bin H. ABDULLAH, Bertempat tinggal di dusun cileleang kelurahan majang, Kecamatang Tenette Riatang Barat, Kecamatan Bone.
Termohon kasasi dahulu Penggugat / Terbanding :
Mahkamah agung tersebut membaca surat yang bersangkutan:
Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang Termohon Kasasi dahulu Penggugat /Terbanding telah menggugat sekarang Pengadilan Negeri Watampone pada pokoknya atas  dalil-dalil:

Pemohon Kasasi dahulu Tergugat / Pembanding di muka persidangan Mengenai sengketa lokasi tanah kebun seluas kurang Iebih 11 (Sebelas) Are Yang terletak di dusun Cilelang, Kelurahan Majang, Kecamatan Tanatte Riatang Barat, Kabupaten Bone dengan batas-batas sebagai berikut :
·        Utara                              : Jalan Raya
·        Timur                            : Tanah Milik Mincu Alias M. Amin
·        Selatan                  : Tanah Milik Mincu Alias M. Amin
·        Barat                    : Tenag Kebun Sukri


Adapun yang mendasari Gugatan ini adalah sebagai berikut;
1.     Penggugat adalah ahli waris dari alm H Abdullah, pemilik Lokasi tanah kebun sengketa seluas kurang lebih 11 (Sebelas) Are yang terletak di dusun Cilellang, Kelurahan Malang, Kecamatan Tanatte Riatang barat, Kabupaten Bone, Dengan Berbatasan antaraa
·        Utara          : Jalan Raya
·        Timur                   : Tanah Milik Mincu Alias M. Amin
·        Selatan        : Tanah Milik Mincu Alias M. Amin
·        Barat                     : Tanah Kebun Sukri

2.     Bahwa lokasi tanah kebun sengketa diatas milik Penggugat yang diperoleh sebagai bahagian warisan dari ayahnya Alm H Abdullah..
3.     Bahwa sekitar tahun 1980 an Tergugat langsung menguasai lokasi tanah sangleta tanpa seijin dan sepengetahuan dengan penggugat.


4.     Bahwa perbuatan / tindakan Tergugat yang langsung menguasai lokasi tanah sengketa tanpa seijin dan sepengetahuan Penggugat adalah Merupakan Perbuatan / tindakan Melawan Hukum.
5.     Bahwa untuk menjamin dilaksanakannya Putusan Hakim oleh Tergugat, maka Penggugat mohon agar Tergugat dihukum membayar uang paksa sebanyak Rp200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) setiap hari terhitung setelah ada teguran Pengadilan atas putusan yang telah memperoleh kepastian hukum.
6.     Bahwa Penggugat telah berusahan menyelesaikan kasus ini secara Kekeluargaan, tetapi hasil nya sia-sia saja.

Bahwa berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas Penggugat mohon kepada Pengadilan Negeri Watampone agar memberikan putusan sebagai Berikut :
PRIMAIR :
1.     Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk seluruhnya
2.     Menyatakan bahwa Penggugat adalah ahli waris almarhum H Abdullah, pemilik lokasi tanah kebun sengketa yang terletak di dusun Cillelang, Kelurahan Majang, Kecamatan Tanette Riatang Barat, Kabupaten Bone dengan berbatasan masing-masing yang telah terurai diatas.
3.     Menyatakan Bahwa Lokasi tanah sengketa tersebut adalah milik penggugat yang diperoleh sebagai bagian warisan dari Alm. H. Abdullah.
4.     Menyatakn bahwa tindakan / perbuatan tergugat langsing menguasaai Tanah kebun sengketa tersebut tanpa seijin dengan penggugat adalah tindakan / perbuatan melawan hukum.
5.     Menghukum Tergugat atau kepada siapa saja yang mendapat hak dari padannya untuk mengosongkan lokasi tenah kebun sengketa dan menyerahkan kepada penggugat secara tanpa syarat.
6.     Menghukum tergugat untuk membayar uang paksa kepaada penggugat sebesar Rp 200.000,00 (Dua rutus ribu rupiah) setiap hari tehitung sejak ada teuran dari pengadilan atas putusan yang telah memperoleh kepastian hukum.
7.     Menghukum pula tergugat untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini.

SUBSIDAIR:
Atau sekiranya Bapak Ketua / Majelis Hakim yang termohon berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.

Menimbang, bahwa terhadap gugatan tersebut Tergugat mengajukan eksepsi yang pada pokoknya sebagai berikut:
Bahwa gugatan Penggugat tidak memenuhi syarat formil, karena masih terdapat pihak yang harus digugat dalam perkara ini yaitu Lel. Masel karena ia mengerjakan obyek sengketa dan Lel.Tahang, karena Tergugat peroleh beli obyek sengketa dari Lel. Tahang, hal ini sesuai Yurisprudensi tetap Mahkamah Agung RI No : 1078 K/Sip/1972 Tanggal 11 November 1975 dan No. 451 K/sip/1983 Tanggal 24 juli 1985, Menyatakan tentang tidak dilibatkan pihak dalam perkara dapat berakibat tidak di terima tuntutan tersebut.
Bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Watampone telah memberikan Putusan Nomor 29/Pdt.G/2007/PN.Wtp Tanggal 9 April 2008 dengan amar sebagai berikut :




DALAM EKSEPSI
·        Menyatakan menolak Eksepsi Tergugat
·        Menyatakan Pemeriksaan perkara ini di lanjutkan :

DALAM POKOK PERKARA
1.     Mengabulkan Gugatan Penggugat untuk sebagian;
2.     Menyatakan bahwa Penggugat adalah ahli waris almarhum Hy. Abdullah pemilik lokasi tanah kebun sengketa yang terletak di dusun Cillyeleng Kelurahan Majang, Kecamatan Tanette Riatang Barat, Kabupaten Bone dengan berbatasan masing-masing:
·        Utara : Jalan Raya
·        Timur : Tanah Milik Mincu alias H. Amin
·        Selatan : Tanah milik Mincu alias H. Amin
·        Barat Tanah milik sukri
3.     Menyatakan bahwa lokasi sengketa tersebut adalah milik penggugat yang di perooleh sebagai bahagian warisan dari Alm. H. Abdillah.
4.     Menyatakan bahwa tindakanperbuatan tergugat yang langsung mengusai tanah kebun sengketa tersevut tanpa seijin dengan penggugat adalah tindakan/perbuatan melawan hukum.
5.     Menghukum Tergugat atau kepada siapa saja yang mendapat hak dari pdannya untuk mengusongkan lokasi tanah kebun sengketa dan menterahkan kepada penggugat secara tanpa syarat.
6.     Menghukum pula tergugat untuk mebayar segalasegala biaya yang timbul dalam perkara  ini yang hingga saai ini di perhitingkan sebesar Rp 179.000,00(Seratus tujuh puluh sembilan ribu rupiah).

7.     Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya Menimbang, bahwa dalam tingkat banding atas permohonan Tergugat/ pembanding  putusan Pengadilan Negeri  Watampone tersebut telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Makassar  dengan Putusan Nomor 34/PDT.G/2011/PT.MKS Tanggal 22 pebruari 2011 dengan amar sebagai berikut :

·        Penerima Permohonan banding dari kekuasaan hukum tergugat pembanding tersebut.
·        Menguatkan putusan pengadilan negri Watampone tanggal 9 april 2008 Nomor 29/Pdt.G/2007/PN.Wtp. Yang dimohonkan banding tersebut.
·        Menghukum tergugat pebanding untuk membayar biaya perkara dalam kedua tingkat pengadilan, yang dalam tingkar banding sebesar Rp 150.000,00 (Seratus Lima puluh ribu rupiah).

Menimbang, bahwa sesudah putusan terakhir ini diberitahukan kepada Tergugat/Pembanding pada tanggal 16y Maret 2011 kemudian terhadapnya oleh Tergugat/Pembanding yang dilanjutkan oleh ahli warisnya berdasarkan Surat Ijin Kuasa Insidentil dari Ketua Pengadilan Negeri Watampone No. 05/ Pen.Pdt.G/2007/PN.WTP tanggal 23 juli 2007 diajukan permohonan kasasi pada tanggal 29 maret 2011 sebagaimana ternyata dari akta permohonan kasasi nomor 29/PDT.G/2007/PN.WTP No.11/KS/2011 yang dibuat oleh Panitra pengadilan negri warampone, Permohonan tersebut disertai dengan memori yang memuat alasan-alasan yang diterima di kepanitraan pengadilan negri tersebut pada tanggal 12 april 2011.

Bahwa memori kasasi dari pemohon kasasi dahulu tergugat pebanding tersebut telah diberikan kepada penggugat/Terbanding Pada Tanggal 25 mei 2011.
Kemudian Termohon kasasi dahulu penggugat/Terbanding mengajukan jawaban memori kasasi di terima di kepanitraan pengadilan negri wataampone pada tanggal 27 mei 2011.
Menimbang, Bahwa Permohonan kasasi A quo beserta alasan-alasannya telah diberikan kepada ihak lawan dengan saksama, diajukan dalam  tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang. Oleh karena itu permohonan kasasi tersebut secara formal dapat di terima.

ALASAN-ALASAN KASASI
Menimbang bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh pemohon kasasi Tergugat/pebanding dalam Memori kasasinya tersebut pada pokoknya berikut :
       I.            Judex Facti lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam dengan batalnya putusan yang bersangkutan, oleh karena lalai mempertimbangkan eksepsi Tergugat  tentang adannya pihak lain yang seharusnnya digugat pula yakni Lel.Tahang Selaku yang berjual Objek sangketa, namun tidak dilibatkan dalam  perkara sebagai penggugat pula.
Bahwa putusan judex Facti adalah ialah mempertimbangkan eksepsi tergugat tentang adannya pihak lain yang seharusnnya digugat pula. Yakni Lel.Tahang selaku yang mendual obyek senketannya. Namun tidak dilibatkan dalam perkara sebagai tergugat pul, Bahwa Lel. Tahang dan saksi Andul Mutalib adalah telah membenarkan dipersidangan bahwa yang menjual obyek sengketa adalah Lel. Tahang, dan hal ini didukung dengan bukti surat (T.1), dan bahwa faktanya Lel. Tahang tidak dipertimbangkan oleh Judex Facti sebagai pihak yang harus dilibatkan dalam perkara a quo, sehingga telah nyata judex facti ialah mempertimbangkan eksepsi tertugat tersebur, Maka judex faxti ialah memenuh syarat-syarat yang diwajibkanoleh peraturan perundang-undangan yang mengancam dengan batalnnya putusan yang bersangkutan, dan karenanya beralasan menurut hukum putusan Judex Facti harus dinyatakan batal demi hukum, dan hal ini juga bersesuaian denga telah difatwakannya dalam : Yurisprudensi Mahkamah Agung RI, Tanggal 11 november 1975 Nomor : 1078 K/sip/1972, dan yurisprudensi mahkamah agung RI, Tanggal 24 juli 1985 nomor : 451 K/Sip/1983, yang pada pokonya memfatwakan “bahwa tidak dilibatkan Pihak dalam perkara maka Gugatan/tuntutan tidak dapat diterima”.
    II.            Judex Facti lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam dengan batalnya putusan yang bersangkutan, oleh karena lalai mempertimbangkan tentang luas tanah dalam gugatan dan luas tanah hasil Pemeriksaan Setempat yang tidak sesuain.
Bahwa putusan Judex Facti adalah lalai mempertimbangkan luas tanah dalam gugatan dan luas tanah hasil Pemeriksaan Setempat yang tidak sesuai, yang mana Pengguat mendalilkan dalam gugatannya bahwa luas objek sengketa adalah 11(sebelas) Are. Sedangkan gakta hasil pemeriksaan setempat (PS) ternyata are, Namun Hal tersebut tidak dipertimangkan oleh majelis Hakim yang Mulia dalam perkara a quo sehingga telah nyata judex facti harus dinyatakan batal demi hukum, dan hal ini juga bersesuaian dengan yang telah di fatwakan dalam Yurisorudensu Mahkamah Agung RI, tanggal 17 april 1979 Nomor 119 K/sip/1979, yang pada pokoknya memfatwakan bahwa “gugatan tidak dapat diterima karena luas
tanah dalam gugatan tidak sesuai hasil pemeriksaan setempat (yPS)”;




PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat Bahwa alasan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena judex facti (Pengadilan Negri dan pengadilan tinggi) tidak salam menerapkan hukum, dengan pertimbangan sebagai berikut :
Bahwa bukti surat yang diajukan Penggugat, berupa Surat Keterangan milik tanah (Bukti P1) yang ternyata ada persesuaian dengan surat pemberitahuan pajak terhutang pajak bumi dan bangunan, Atas nama B. Abdullah bin Lambaho serta diperkuat dengan keterangan saksiy membuktikan bahwa tanah obyek sengketa milik H. Abdullah (orang tua Penggugat) dan setelah H.yAbdullah meninggal dunia menjadi milik Penggugat  Bahwa pertimbangan Judex Facti sudah tepat dan benar oleh karena itu
diambil alih sebagai pertimbangan Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, ternyata  putusan judex facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi H. RASYID yang dilanjutkan oleh ahli warisnnya NIRWANA RASYID SS. MPD tersebut harus ditolak :
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi ditolak dan Pemohon Kasasi ada di pihak yang kalah, maka Pemohon Kasasi dihukum untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini;
Memperhatikan yUndang-Undang yNomor y48y yTahun y2009 tentang Kekuasaan yKehakiman, yUndang-Undang nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung Sebagai telah diubah dengan undang-undang No 3 tahun 2009 serta Peraturan lain yang bersangkutan :


MENGADILI :
1.     Menolak permohonan kasasi dari Pemohon H.RASYID yang dilanjutkan oleh ahli warisnya NIRWANI RASYID, DD., M.PD tersebut.
Menghukum Pemohon Kasasi dahulu Tergugat/Pembanding untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sejumlah Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung.


















Share:

Jenis Dan Fungsi Kendaraan Dalam UU Lalulintas

BAB VII
KENDARAAN
Bagian Kesatu
Jenis dan Fungsi Kendaraan


Pasal 47

(1) Kendaraan terdiri atas:

a. Kendaraan Bermotor dan
b. Kendaraan Tidak Bermotor.


(2) Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikelompokkan berdasarkan jenis:

a. sepeda motor
b. mobil penumpang
c. mobil bus
d. mobil barang dan
e. kendaraan khusus.


(3) Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d dikelompokkan berdasarkan fungsi:

a. Kendaraan Bermotor perseorangan; dan
b. Kendaraan Bermotor Umum.

                
(4) Kendaraan Tidak Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikelompokkan dalam:

a. Kendaraan yang digerakkan oleh tenaga orang; dan
b. Kendaraan yang digerakkan oleh tenaga hewan.



Bagian Kedua
Persyaratan Teknis dan Laik Jalan Kendaraan Bermotor

Pasal 48

(1) Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.

(2) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. susunan
b. perlengkapan
c. ukuran
d. karoseri
e.rancangan teknis kendaraan sesuai dengan peruntukannya
f. pemuatan
g. penggunaan
h. penggandengan Kendaraan Bermotor dan/atau
i. penempelan Kendaraan Bermotor.


(3) Persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh kinerja minimal Kendaraan Bermotor yang diukur sekurang-kurangnya terdiri atas:

a. emisi gas buang
b. penelitian
b. kebisingan suara;
c. efisiensi sistem rem utama;
d. efisiensi sistem rem parkir;
e. kincup roda depan;
f. suara klakson;
g. daya pancar dan arah sinar lampu utama;
h. radius putar;
i. akurasi alat penunjuk kecepatan;
j. kesesuaian kinerja roda dan kondisi ban; dan
k. kesesuaian daya mesin penggerak terhadap berat Kendaraan.


(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan teknis dan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.


Bagian Ketiga
Pengujian Kendaraan Bermotor

Pasal 49

(1) Kendaraan Bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang diimpor, dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri yang akan dioperasikan di Jalan wajib dilakukan pengujian.

(2) Pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. uji tipe dan
b. uji berkala.


Pasal 50

(1) Uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf a wajib dilakukan bagi setiap Kendaraan Bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan, yang diimpor, dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri, serta modifikasi Kendaraan Bermotor yang menyebabkan perubahan tipe.


(2) Uji tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. pengujian fisik untuk pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan yang dilakukan terhadap landasan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Bermotor dalam keadaan lengkap dan

b. penelitian rancang bangun dan rekayasa Kendaraan Bermotor yang dilakukan terhadap rumah-rumah, bak muatan, kereta gandengan, kereta tempelan, dan Kendaraan Bermotor yang dimodifikasi tipenya.


(3) Uji tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh unit pelaksana uji tipe Pemerintah.


(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai uji tipe dan unit pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.





Pasal 51

(1) Landasan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Bermotor dalam keadaan lengkap yang telah lulus uji tipe diberi sertifikat lulus uji tipe.

(2) Rumah-rumah, bak muatan, kereta gandengan, kereta tempelan, dan modifikasi tipe Kendaraan Bermotor yang telah lulus uji tipe diterbitkan surat keputusan pengesahan rancang bangun dan rekayasa.

(3) Penanggung jawab pembuatan, perakitan, pengimporan landasan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Bermotor dalam keadaan lengkap, rumah-rumah, bak muatan, kereta gandengan dan kereta tempelan, serta Kendaraan Bermotor yang dimodifikasi harus meregistrasikan tipe produksinya.

(4) Sebagai bukti telah dilakukan registrasi tipe produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diberikan tanda bukti sertifikat registrasi uji tipe.

(5) Sebagai jaminan kesesuaian spesifikasi teknik seri produksinya terhadap sertifikat uji tipe, dilakukan uji sampel oleh unit pelaksana uji tipe Pemerintah.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai modifikasi dan uji tipe diatur dengan peraturan pemerintah.



Pasal 52

(1) Modifikasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dapat berupa modifikasi dimensi, mesin, dan kemampuan daya angkut.

(2) Modifikasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh membahayakan keselamatan berlalu lintas, mengganggu arus lalu lintas, serta merusak lapis perkerasan/daya dukung jalan yang dilalui.

(3) Setiap Kendaraan Bermotor yang dimodifikasi sehingga mengubah persyaratan konstruksi dan material wajib dilakukan uji tipe ulang.

(4) Bagi Kendaraan Bermotor yang telah diuji tipe ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus dilakukan registrasi dan identifikasi ulang.





Pasal 53

(1) Uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b diwajibkan untuk mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang dioperasikan di Jalan.


(2) Pengujian berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:

        1. pemeriksaan dan pengujian fisik Kendaraan Bermotor dan
        2. pengesahan hasil uji.


(3) Kegiatan pemeriksaan dan pengujian fisik Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilaksanakan oleh:

        1. unit pelaksana pengujian pemerintah kabupaten/kota
        2. unit pelaksana agen tunggal pemegang merek yang mendapat izin dari Pemerintah atau
        3. unit pelaksana pengujian swasta yang mendapatkan izin dari Pemerintah.






Pasal 54

(1) Pemeriksaan dan pengujian fisik mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, kendaraan khusus, kereta gandengan, dan kereta tempelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf a meliputi pengujian terhadap persyaratan teknis dan laik jalan.

(2) Pengujian terhadap persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. susunan
b. perlengkapan
c. ukuran
d. karoseri dan
e. rancangan teknis Kendaraan Bermotor sesuai dengan peruntukannya.


(3) Pengujian terhadap persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi:

a. emisi gas buang Kendaraan Bermotor
b. tingkat kebisingan
c. kemampuan rem utama
d. kemampuan rem parkir
e. kincup roda depan
f. kemampuan pancar dan arah sinar lampu utama
g. akurasi alat penunjuk kecepatan dan
h. kedalaman alur ban.


(4) Pengujian terhadap persyaratan laik jalan kereta gandengan dan kereta tempelan meliputi uji kemampuan rem, kedalaman alur ban, dan uji sistem lampu.


(5) Bukti lulus uji berkala hasil pemeriksaan dan pengujian fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pemberian kartu uji dan tanda uji.


(6) Kartu uji berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (5) memuat keterangan tentang identifikasi Kendaraan Bermotor dan identitas pemilik, spesifikasi teknis, hasil uji, dan masa berlaku hasil uji.


(7) Tanda uji berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (5) memuat keterangan tentang identifikasi Kendaraan Bermotor dan masa berlaku hasil uji.




Pasal 55

(1) Pengesahan hasil uji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf b diberikan oleh:

a. petugas yang memiliki kompetensi yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan atas usul gubernur untuk pengujian yang dilakukan oleh unit pelaksana pengujian pemerintah kabupaten/kota dan

b. petugas swasta yang memiliki kompetensi yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk pengujian yang dilakukan oleh unit pelaksana pengujian agen tunggal pemegang merek dan unit pelaksana pengujian swasta.


(2) Kompetensi petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat tanda lulus pendidikan dan pelatihan.




Pasal 56

Ketentuan lebih lanjut mengenai uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, Pasal 54, dan Pasal 55 diatur dengan peraturan pemerintah.





Bagian Keempat
Perlengkapan Kendaraan Bermotor

Pasal 57

(1) Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan wajib dilengkapi dengan perlengkapan Kendaraan Bermotor.

(2) Perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Sepeda Motor berupa helm standar nasional Indonesia.

(3) Perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih sekurang-kurangnya terdiri atas:

a. sabuk keselamatan
b. ban cadangan
c. segitiga . . .
b. lampu . . .
c. segitiga pengaman
d. dongkrak
e. pembuka roda
f. helm dan rompi pemantul cahaya bagi Pengemudi Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih yang tidak memiliki rumah-rumahdan
g. peralatan pertolongan pertama pada Kecelakaan Lalu Lintas.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai perlengkapan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1}ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.





Pasal 58 

Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan dilarang memasang perlengkapan yang dapat mengganggu keselamatan berlalu lintas.





Pasal 59

(1) Untuk kepentingan tertentu, Kendaraan Bermotor dapat dilengkapi dengan lampu isyarat dan/atau sirene.

(2) Lampu isyarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas warna

a. merah
b. biru dan
c. kuning.

(3) Lampu isyarat warna merah atau biru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b serta sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai tanda Kendaraan Bermotor yang memiliki hak utama.

(4) Lampu isyarat warna kuning sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c berfungsi sebagai tanda peringatan kepada Pengguna Jalan lain.

(5) Penggunaan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sebagai berikut:

a. lampu isyarat warna biru dan sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia

b. lampu isyarat warna merah dan sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor tahanan, pengawalan Tentara Nasional Indonesia, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, rescue, dan jenazah dan

c. lampu isyarat warna kuning tanpa sirene digunakan untuk Kendaraan Bermotor patroli jalan tol, pengawasan sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, perawatan dan pembersihan fasilitas umum, menderek Kendaraan, dan angkutan barang khusus.


(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, prosedur, dan tata cara pemasangan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan lampu isyarat dan sirene sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.





Bagian Kelima
Bengkel Umum Kendaraan Bermotor

Pasal 60


(1) Bengkel umum Kendaraan Bermotor berfungsi untuk memperbaiki dan merawat Kendaraan Bermotor, wajib memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.


(2) Bengkel umum yang mempunyai akreditasi dan kualitas tertentu dapat melakukan pengujian berkala Kendaraan Bermotor.


(3) Penyelenggaraan bengkel umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang industri.


(4) Penyelenggaraan bengkel umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapatkan izin dari pemerintah kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.


(5) Pengawasan terhadap bengkel umum Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota.


(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara penyelenggaraan bengkel umum diatur dengan peraturan pemerintah.





Bagian Keenam
Kendaraan Tidak Bermotor


Pasal 61

(1) Setiap Kendaraan Tidak Bermotor yang dioperasikan di Jalan wajib memenuhi persyaratan keselamatan, meliputi:

a. persyaratan teknis dan
b. persyaratan tata cara memuat barang.


(2) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sekurang-kurangnya meliputi:

a. konstruksi
b. sistem kemudi
c. sistem roda
d. sistem rem
e. lampu dan pemantul cahaya dan
f. alat peringatan dengan bunyi.


(3) Persyaratan tata cara memuat barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sekurang-kurangnya meliputi dimensi dan berat.


(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.




Pasal 62

(1) Pemerintah harus memberikan kemudahan berlalu lintas bagi pesepeda.

(2) Pesepeda berhak atas fasilitas pendukung keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran dalam berlalu lintas.





Pasal 63

(1) Pemerintah Daerah dapat menentukan jenis dan penggunaan Kendaraan Tidak Bermotor di daerahnya sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan daerah.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan penggunaan Kendaraan Tidak Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan penggunaan Kendaraan Tidak Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bersifat lintas kabupaten/kota diatur dengan peraturan daerah provinsi.




Bagian Ketujuh
Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor

Pasal 64

(1) Setiap Kendaraan Bermotor wajib diregistrasikan.

(2) Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. registrasi Kendaraan Bermotor baru;
b. registrasi perubahan identitas Kendaraan Bermotor dan pemilik;
c. registrasi perpanjangan Kendaraan Bermotor; dan/atau
d. registrasi pengesahan Kendaraan Bermotor.


(3) Registrasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:

a. tertib administrasi;
b. pengendalian dan pengawasan Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Indonesia;
c. mempermudah penyidikan pelanggaran dan/atau kejahatan
d. perencanaan, operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan
e. perencanaan pembangunan nasional.


(4) Registrasi Kendaraan Bermotor dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui sistem manajemen registrasi Kendaraan Bermotor.


(5) Data registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor merupakan bagian dari Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan digunakan untuk forensik kepolisian.


(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.





Pasal 65

(1) Registrasi Kendaraan Bermotor baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2) huruf a meliputi kegiatan:

a. registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor dan pemiliknya
b. penerbitan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor dan
c. penerbitan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.


(2) Sebagai bukti bahwa Kendaraan Bermotor telah diregistrasi, pemilik diberi Buku Pemilik Kendaraan Bermotor, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.





Pasal 66

Registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor untuk pertama kali harus memenuhi persyaratan:

a. memiliki sertifikat registrasi uji tipe
b. memiliki bukti kepemilikan Kendaraan Bermotor yang sah dan
c. memiliki hasil pemeriksaan cek fisik Kendaraan Bermotor.




Pasal 67

(1) Registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor, pembayaran pajak Kendaraan Bermotor, dan pembayaran Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan secara terintegrasi dan terkoordinasi dalam Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap.

(2) Sarana dan prasarana penyelenggaraan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan oleh Pemerintah Daerah.

(3) Mekanisme penyelenggaraan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap dikoordinasikan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan prosedur serta pelaksanaan Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Presiden.




Pasal 68

(1) Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan wajib dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.

(2) Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat data Kendaraan Bermotor, identitas pemilik, nomor registrasi Kendaraan Bermotor, dan masa berlaku.

(3) Tanda Nomor Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat kode wilayah, nomor registrasi, dan masa berlaku.

(4) Tanda Nomor Kendaraan Bermotor harus memenuhi syarat bentuk, ukuran, bahan, warna, dan cara pemasangan.

(5) Selain Tanda Nomor Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dikeluarkan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor khusus dan/atau Tanda Nomor Kendaraan Bermotor rahasia.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.




Pasal 69

(1) Setiap Kendaraan Bermotor yang belum diregistrasi dapat dioperasikan di Jalan untuk kepentingan tertentu dengan dilengkapi Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor dan Tanda Coba Nomor Kendaraan Bermotor.

(2) Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor dan Tanda Coba Nomor Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia kepada badan usaha di bidang penjualan, pembuatan, perakitan, atau impor Kendaraan Bermotor.


(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pemberian dan penggunaan Surat Tanda Coba Kendaraan Bermotor dan Tanda Coba Nomor Kendaraan Bermotor diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.




Pasal 70

(1) Buku Pemilik Kendaraan Bermotor berlaku selama kepemilikannya tidak dipindahtangankan.

(2) Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor berlaku selama 5 (lima) tahun, yang harus dimintakan pengesahan setiap tahun.

(3) Sebelum berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor wajib diajukan permohonan perpanjangan.




Pasal 71

(1) Pemilik Kendaraan Bermotor wajib melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia jika:

a. bukti registrasi hilang atau rusak
b. spesifikasi teknis dan atau fungsi kendaraan bermotor di ubah
c. kepemilikan Kendaraan Bermotor beralih; atau
d. Kendaraan Bermotor digunakan secara terus-menerus lebih dari 3 (tiga) bulan di luar wilayah Kendaraan diregistrasi.


(2) Pelaporan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c disampaikan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia di tempat Kendaraan Bermotor tersebut terakhir diregistrasi.


(3) Pelaporan Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d disampaikan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia di tempat Kendaraan Bermotor tersebut dioperasikan.




Pasal 72

(1) Registrasi Kendaraan Bermotor Tentara Nasional Indonesia diatur dengan peraturan Panglima Tentara Nasional Indonesia dan dilaporkan untuk pendataan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.


(2) Registrasi Kendaraan Bermotor Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(3) Registrasi Kendaraan Bermotor perwakilan negara asing dan lembaga internasional diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.




Pasal 73

(1) Kendaraan Bermotor Umum yang telah diregistrasi dapat dihapus dari daftar registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor Umum atas dasar:

a. permintaan pemilik Kendaraan Bermotor Umum; atau
b. usulan pejabat yang berwenang memberi izin angkutan umum.


(2) Setiap Kendaraan Bermotor Umum yang tidak lagi digunakan sebagai angkutan umum wajib dihapuskan dari daftar registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor Umum.




Pasal 74

(1) Kendaraan Bermotor yang telah diregistrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) dapat dihapus dari daftar registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor atas dasar:

a. permintaan pemilik Kendaraan Bermotor; atau
b. pertimbangan pejabat yang berwenang melaksanakan registrasi Kendaraan Bermotor.


(2) Penghapusan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan jika:

a. Kendaraan Bermotor rusak berat sehingga tidak dapat dioperasikan atau

b. pemilik Kendaraan Bermotor tidak melakukan registrasi ulang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun setelah habis masa berlaku Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor.



(3) Kendaraan Bermotor yang telah dihapus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diregistrasi kembali.



Pasal 75

Ketentuan lebih lanjut mengenai Buku Pemilik Kendaraan Bermotor, penghapusan registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70, Pasal 73, dan Pasal 74 diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.




Bagian Kedelapan
Sanksi Administratif

Pasal 76

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 53 ayat (1), Pasal 54 ayat (2) atau ayat (3), atau Pasal 60 ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa:

a. peringatan tertulis;
b. pembayaran denda;
c. pembekuan izin; dan/atau
d. pencabutan izin.


(2) Setiap orang yang menyelenggarakan bengkel umum yang melanggar ketentuan Pasal 60 ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa:

a. peringatan tertulis
b. pembayaran denda dan atau
c. penutupan bengkel umum.


(3) Setiap petugas pengesah swasta yang melanggar ketentuan Pasal 54 ayat (2) atau ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa:

a. peringatan tertulis;
b. pembayaran denda;
c. pembekuan sertifikat pengesah; dan/atau
d. pencabutan sertifikat pengesah.


(4) Setiap petugas penguji atau pengesah uji berkala yang melanggar ketentuan Pasal 54 ayat (2) atau ayat (3) dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan peraturan pemerintah.
Share:
Copyright © ILMU HUKUM | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com|Distributed By Blogger Templates20