iklan

Selasa, 29 Oktober 2013

Asas dan Tujuan Undang-undang Lalulintas ( Bab II )

BAB II

Pasal 2

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan memperhatikan:

    1. asas transparan,
    2. asas akuntabel,
    3. asas berkelanjutan,
    4. asas partisipatif,
    5. asas bermanfaat,
    6. asas efisien dan efektif,
    7. asas seimbang,
    8. asas terpadu,
    9. asas mandiri.


Pasal 3

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan tujuan:

    1. Terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian Nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa,
    2. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa, dan
    3. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.
Share:

Senin, 28 Oktober 2013

Sejarah Bani Umayyah

jA.    Sejarah bani umayyah

Setelah masa khalifah al-rasyidin berakhir, fase selanjutnya adalah zaman tabi’in yang pemerintahannya dipimpin oleh dinasti umayyah. Dengan khalifah pertama muawiyah bin abi sofyan, dinasti ini beribu kota di Damaskus. Muawiyyah telah mencurahkan segala tenagannya untuk memperkuat dirinnya dan menyiapkan daerah syiria sebagai pusat kekuasaannya di kemudian hari . Dinasti ini berkuasa selama lebih kurang 91 tahun dengan 14 khalifah:
1.    Muawiyah bin abi sofyan (661 - 680).
2.    Yazid bin muawiyah         (680 - 683).   
3.    Muawiyah bin yazid         (683 - 684)
4.    Marwan bin hakam          (684 – 685).
5.    Abdul malik bn marwan   (685 – 705).
6.    Walid I bin abdul malik     (705 – 715).
7.    Sulaiman bin abdul malik (715 – 717)
8.    Umar bin abdul aziz         (717 – 720).
9.    Yazid bin abdul malik        (720 – 724).
10.    Hisyam bin abdul malik  (724 – 743).
11.    Walid II bin yazid II          (743 – 744).
12.    Yazid III                           (744 – 745).
13.    Ibrahim bin walid II         (745 – 747)
14.    Marwan II bin muhammad II   (747 – 750).

Di antara empat belas dinasti umayyah tersebut hanya lima orang khalifah yang menduduki jabatan dalam waktu yang cukup panjang dan memberikan pengaruh bagi perkembangan islam yaitu muawiyah bin abi sofyan, abdul malik bin marwan, walid bin abdul malik, umar bin abdul aziz, dan hasyim bin abdul malik.(prof dr aladin koto).

Ekspansi yang terhenti pada masa khalifah usman dan ali dilanjutkan kembali oleh dinasti ini, dizaman muawiyah, tunisia dapat ditaklukkan. Disebelah timur, muawiyah dapat menguasai daerah khurasan sampai kesungai Oxus dan afganistan sampai ke kabul. Angkatan lautannya melakukan serangan-serangan ke ibu kota bizantium, konstantinopel. Ekspansi ketimur yang dilakukan muawiyah kemudian dilanjutkan oleh khalifah Abd al-malik. Dia mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil menunduhkan  Balkh, Bukhara, Khawariz, Fergana, dan samarkand. Tentarannya bahkan sampai  ke india dan dapat menguasai Balukhistan, sind dan daerah punjab sampai ke maltan.

Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilakukan dizaman al-walid ibn abdul malik. Masa pemerintahan al-walid adalah masa ketentraman, kemakmuran, dan ketertiban. Umat islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekspedisi militer dari afrika utara menuju wilayah barat daya, benua eropa, yaitu pada tahun 711 M. Setelah al-jazair dan maroko dengan benua eropa, dan mendarat disuatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltal(jabal tariq). Tentara sepanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian sepanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota sepanyol mejadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota spanyol, kordova, dan cepat dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti seville, elvira, dan taledo yang dijadikan ibu kota spanyol yang baru setelah jatuhnya kordova.

Pasukan islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena pendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Di zaman umar ibn abd al-aziz, serangan dilakukan ke prancis melalui pegunungn piranee. Serangan ini dipimpin oleh abd al-rahman ibn abdulllah al-ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang bordeau, poitiers, dari sana ia mencoba menyerang tours. Namun dalam peperangan yang terjadi diluar kota tours, al-ghafiqi terbunuh dan tentarannya mundur kembali ke spanyol. Di samping daerah-daerah tersebut diatas, pulau-pulau yang terdapat dilaut tengah juga jatuh ke tangan islam pada zaman bani umayyah ini.

Dengan keberhasilan ekspandisi ke beberapa daerah, baik di timur maupun barat, wilayah kekuasaan islam masa bani umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi spanyol,afrika utara, syria, pa estina, jazirah arabia, irak, sebagian asia kecil, persia, afganistan, jazirah arabia, irak, sebagian pakistan, purkmekenia, uzbek, dan kirgis di asia tengah.

Di samping ekspansi kekuasaan islam, bani umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyyah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap serta peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menerbitkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masannya, jabatan khusus seorang hakim(qadhi) mulai berkembang menjadi profesi tersendiri, qadhi mata uang bizantium dan persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai islam. Untuk itu, dia mencetak uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan arab. Khalifah abd al-malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan islam. Keberhasilan khalifah abd al-malik diikuti oleh putrannya al-walid abn ab al-malik(705-715 M) seorang yang berkemauan keras dan berkemampuan melaksanakan pembangunan. Dia membangunan panti-panti untuk orang-orang cacat. Semua personel yang terlibat dalam kegiatan yang humanis ini digaji oleh negara secara tetap . Dia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik-pabrik, gedung-gedung pemerintahan, dan masjid-masjid yang megah.

Meskipun keberhasilan banyak yang dicapai dinasti ini, namun tidak berarti bahwa politik dalam negeri dapat dianggap stabil. Muawiyah tidak mentaati isi berjajiannya dengan hasan ibn ali ketika dia naik tahta, yang menyebutkan bahwa persoalan penggantian pemimpin setelah muawiyah diserahkan kepada pemilihan umat islam. Deklarasi pengangkatan anaknya yazid sebagai putra mahkota menyebabkan munculnya gerakan-gerakan oposisi di kalangan rakyat yang mengakibatkan terjadinya perang saudara beberapa kali dan berkelanjutan.

Ketika yazid naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka di madinah tidak mau menyatakan setia kepadannya. Yazid kemudian mengirim surat kepada guberbur madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadannya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk , kecuali husaein ibn ali. Pada tahun 680 M, ia pindah dari makkah ke kufah atas permintaan golongan syiah yang ada di irak. Umat islam di daerah ini tidak mengakui yazid. Mereka mengangkat husein sebagai khalifah. Dalam pertempuran yang tidak seimbang di karbela, sebuah daerah di dekat kufah, tentara husein kalah dan husein sendiri mati terbunuh. Kepalannya di penggal dan dikirim ke damaskus, sedang tubuhnya di kubur dikarbela. 


B.    Sistem Peradilan Dan Pengembangan Peradaban

Meskipun sering kali terjadi pergolakan dan pergumulan politik pada masa     pemerintahan Daulah Bani Umayyah, namun terdapat juga usaha positif yang     dilakukan daulah ini untuk kesejahteraan rakyatnya.

Diantara usaha positif yang dilakukan oleh para khilafah daulah Bani     Umayyah dalam mensejahterakan rakyatnya ialah dengan memperbaiki seluruh     system pemerintahan dan menata administrasi, antara lain organisasi keuangan.  

Organisasi ini bertugas mengurusi masalah keuangan negara yang dipergunakan     untuk:

    - Gaji pegawai dan tentara serta gaya tata usaha Negara.
    - Pembangunan pertanian, termasuk irigasi.
    - Biaya orang-orang hukuman dan tawanan perang
    - Perlengkapan perang


Disamping usaha tersebut daulah Bani Umayyah memberikan hak dan     perlindungan kepada warga negara yang berada dibawah pengawasan dan     kekuasaannya. Masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan hukum     dan kesewenangan. Oleh karena itu, Daulah ini membentuk lembaga kehakiman.     Lembaga kehakiman ini dikepalai oleh seorang ketua Hakim (Qathil Qudhah).     Seorang hakim (Qadli) memutuskan perkara dengan ijtihadnya. Para hakim menggali     hukum berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Disamping itu kehakiman ini belum     terpengaruh atau dipengaruhi politik, sehingga para hakim dengan kekuasaan penuh     berhak memutuskan suatu perkara tanpa mendapat tekanan atau pengaruh suatu     golongan politik tertentu.

Disamping itu, kekuasaan islam pada masa Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam     pengembangan peradaban seperti pembangunan di berbagai bidang, seperti:

    1. Muawiyah mendirikan Dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan     kuda dengan peralatannya disepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan     bersenjata.
    2. Lambang kerajaan sebelumnya Al-Khulafaur Rasyidin, tidak pernah membuat     lambang Negara baru pada masa Umayyah, menetapkan bendera merah sebagai     lambang negaranya. Lambang itu menjadi ciri khas kerajaan Umayyah.
    3. Arsitektur semacam seni yang permanent pada tahun 691H, Khalifah Abd Al-Malik     membangun sebuah kubah yang megah dengan arsitektur barat yang dikenal dengan     “The Dame Of The Rock” (Gubah As-Sakharah).
    4. Pembuatan mata uang dijaman khalifah Abd Al Malik yang kemudian diedarkan     keseluruh penjuru negeri islam.
    5. Pembuatan panti Asuhan untuk anak-anak yatim, panti jompo, juga tempat-tempat     untuk orang-orang yang infalid, segala fasilitas disediakan oleh Umayyah.
    6. Pengembangan angkatan laut muawiyah yang terkenal sejak masa Uthman sebagai     Amir Al-Bahri, tentu akan mengembangkan idenya dimasa dia berkuasa, sehingga     kapal perang waktu itu berjumlah 1700 buah.

Pada masa Umayyah, (Khalifah Abd Al-Malik) juga berhasil melakukan     pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab     sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan Islam.


C.    Bentuk dan praktik peradilan 

Pada masa dinasti umayyah, al-qadha dikenal dengan al-nizam al-qadhaaiy (organisasi kehakiman), dimana kekuasaan pengadilan telah dipisahkan dari kekuasaan politik. Ada dua ciri khas bentuk peradilan pada masa bani umayyah, yaitu:

1.    Hakim memutuskan perkara menurut hasil ijtihadnya sendiri, dalam hal-hal yang tidak ada nash atau ijma’. Ketika iu madzhab belum lahir dan belum menjadi pengikat bagi keputusan-keputusan hakim. Pada waktu itu hakim hanya berpedoman kepada al-qur’an dan sunnah.

2.    Lembaga peradilan pada masa itu belum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan penguasa. Keputusan mereka tidak hanya berlaku pada rakyat biasa, tetapi juga pada penguasa-penguasa sendiri, dalam hal itu, khalifah selalu mengawasi gerak gerik hakim dan memecat hakim yang menyeleweng dari garis yang ditentuan.

        Pengangkatan hakim dipisah dari gubernur. Khalifah mengangkat qadhi-qadhi yang bertugas di ibu kota pemerintahan, sementara qadhi yan bertugas didaerah diserahkan pengangkatannya pada kepala daerah tersebut. Permasalah yang bisa ditangani oleh qadhi ini terbatas pada masalah-masalah khusus, sementara yang melaksanakan keputusan itu adalah khalifah. Lembaga peradilan dipegang oleh orang islam, sedangkan kalangan non muslim mendapatkan otonomi hukum dibawah kebijakan masing-masing pemimpin agama mereka. Hal inilah yang mendasari mengapa hakim hanya ada di kota-kota besar.

        Adapun instansi dan tugas kekuasaan kehakiman dimasa bani umayyah ini dapat dikategorikan menjadi tiga badan yaitu:

1.    Al-qadhaa’ merupakan tugasqadhi dalam menyelesaikan perkara-perkara yang berhubungan dengan agama. Disamping itu, badan ini juga mengatur institusi wakaf, harta anak yatim dan orang yang cacat mental.

2.    Al-hisbah merupkan tugas al-muhtasib (kepala hisbah). Dalam menyelesaikan perkara-perkara umum dan soal-soal pidana yang memerlukan tindakan cepat. Menurut al-syaqathi dalam bukunya fi adaab al-hisbah, seperi yang dikutip oleh philip k.hitty bahwa tugas al-muhtasib selain mengarahkan polisi juga bertindak sebagai pengawas perdagangan dan pasar, memeriksa takaran dan timbangan serta ikut mengurus kasus-kasus perjudian, seks amoral, dan busana yang tidak layak didepan umum.

            Terbentuknya peradilan yg menangai kasus hibah, dimana sebelumnya         belum terbenuk lembaga resmi negara. kewenangan wilayah hibah, sesungguhnya merupakankewenangan untuk menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat munkar, serta menjadikan kemaslahatan dalam masyarakat. Upaya ini digolongkan pada usah untuk memberikan penekanan terhadapk etentuan-ketentuan ukum agar dapat terealisasi pada masyarakat secara maksimal.

Disamping itu wilayah hisbah dapat memberikan tindakan secara         langsung bagi pihak-pihak yang melakukan pelanggaran, artinya terlihat             betapa urgen keberadaban wilayah hisbah dalam membina masyarakat untuk         menaati aturan-aturan syara’.

Pada masa rasulullah SAW. Embrio peradilan hisbah ini sudah ada. Diriwayatkan dalam sebuah hadis, rasulullah SAW. Pernah kepasar dan memasukkan tangannya kedalam andum seorang penjual, dan ternyta basah. Maka beliau bersabda: “ jangan mencampur yang baik dengan yang buruk”. Pada masa dinasti umayyah hisbah sudah menjadi lemga husus dari lembaga peradilan yang ada dengan kewenangan mengatur dan mengontrol pasar dari perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan syariat-syariat islam.

3.    Al-nadhar fi al-mazhalim. Merupakan mahkamah tinggi atau makamah banding dari mahkamah dbawahnya(al-qadha dan al-hisbah). Lembaga ini juga dapat mengadili para hakim dan pembesar negra yang berbuat salah. 

Pada pengadilan kategori ke tiga ini dalam melkukan sidangnya langsung dibawah pimpinan khalifah. Keika itu adul malik bin marwan atau orang yang ditunjuk olehnya,yang pada awalnya di adakan didalam masjid. Dalam menjelskan tugasnya ketua mahkamah mazhalim ini dibantu oleh lima orang pejabat penting lainnya, yaitu:

1.    Pembela. Kelompok ini dipilh dari orang-orang yang mampu mengalahkan pihak terdakwa yang menggnakan kekerasan atau melarikan diri dari pengejaran pengadilan.

2.    Hakim. Hakim yang berprofesi sebagai penasihat bagi kepala mahkamah al-mazhalim, sehingga dengan berbagai cara, apa yang menjadi hak pihak yag teraniaya dapat dikembalikan. Kepada seluruh yang hadir dapat dijelaskan tentang kasus yang terjadi dngan sesungguhnya. Kejayaan dinasti umayyah, termasuk dalam peradilan HAM adalah ketika khalifahnya di pegang oleh umar bin abdul aziz, yang terkenal wara’ ini menetapkan siapa dan bagaimana karakter seorang hakim beliau pernah mengatakan: “apa bila terdapat pada seorang hakim lima perkara, maka itulah hakim yang sempurna”.

3.    Ahli fikih. Sebagai tempat para hakim mahkamah al- mazhalim mengembalikan perkara syariah yang sulit menentukan hukumnya. Ada beberapa catatan pada peradila di masa umayyah yang menggambarkan perlunya ahli fikih, yaitu: pertama,setiap kota memiliki ahli fikih baik dari kalangan sahabat maupun tabi’in, yang memiliki kemampuan untuk berijtihad dalam engstimbatkan hukum, mereka inilah yang dijadikan qadhi untuk menyelsaikan perkara yang masuk. Mereka ahli ijtihad dan bukan taqlid. Kedua, qadha dan fatwa dipandang sederajat. Fatwa dalam periode ini sama dengan qadha: yaitu fatwa qadhi dipandang putusan. Fatwa yang dikeluarka qadhi menjadi hukum. Ketiga, putusan serang qadhi tidak bisa dibatalkan oleh keputusan qadhi yang lain. Karena ijtihad tidak bisa membatalkan ijtihad.

4.    Sekertaris. Sekertaris yang bertugas mencatat perkara yang diperselesaikan dan mencatat ketetapan apa yang menjadi hak dan kewajiban pihak-pihak yang berselisih.

5.    Saksi. Saksi yang bertugas memberikan kesaksian terhadap hukum yang disampaikan oleh hakim yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai kebenaran dan keadilan.



D.    Sistem Ekonomi

Bidang-bidang ekonomi yang terdapat pada jaman Bani Umayyah terbukti berjaya membawa kemajuan kepada rakyatnya yaitu:


- Dalam bidang pertanian Umayyah telah memberi tumpuan terhadap pembangunan sector pertanian, beliau telah memperkenalkan system pengairan bagi tujuan meningkatkan hasil pertanian.

- Dalam bidang industri pembuatan khususnya kraftangan telah menjadi nadi pertumbuhan ekonomi bagi Umayyah.


E. Kemajuan Sistem Militer

Salah satu kemajuan yang paling menonjol pada masa pemerintahan dinasti     Bani Umayyah adalah kemajuan dalam system militer. Selama peperangan melawan     kakuatan musuh, pasukan arab banyak mengambil pelajaran dari cara-cara teknik     bertempur kemudian mereka memadukannya dengan system dan teknik pertahanan     yang selama itu mereka miliki, dengan perpaduan system pertahanan ini akhirnya     kekuatan pertahanan dan militer Dinasti Bani Umayyah mengalami perkembangan     dan kemajuan yang sangat baik dengan kemajuan-kemajuan dalam system ini     akhirnya para penguasa dinasti Bani Umayyah mampu melebarkan sayap     kekuasaannya hingga ke Eropa.

Secara garis besar formasi kekuatan tentara Bani Umayyah terdiri dari     pasukan berkuda, pasukan pejalan kaki dan angkatan laut.

F. Sistem Pergantian Kepala Negara Dan Keruntuhan Umayyah

Ada beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan     membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain adalah:

  1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru (bid’ah) bagi tradisi Islam yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidak jelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
  2. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi'ah (para pengikut Abdullah bin Saba’ al-Yahudi) dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
  3. Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Bani Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan mawali (non Arab), terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puas karena status mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperlihatkan pada masa Bani Umayyah.
  4. Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Disamping itu, para Ulama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
  5. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan kaum mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.


G. Perbedaan sistem pemerintahan antara bani uamyyah dengan khulafaurrasyidin

Dengan meninggalnya khalifah ali bin abi tholib, dijatuhkan dengan benuk pemerintahan kerajaan(dinasti) yakni kerajaan bani umayyah(dinasti bani umayyah). Salah satu ciri  bentuk dinasti ini pemimpin memiliki kekuasaan mutlak tanpa batas dimana ditentukan sendiri tidak menghiraukan orang lain.  Pemerinahan yang bersifat demokrasi berubah menjadi monachiheteridetis(kerajaan turun temurun) kekhalifahan diperoleh melalui kekarasan, diplomasi dan tipu daya tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak, suksesi kepemimipinannya secara turun temurun dimulai ketika muawiyah mewajibkan seluruh rakyat untuk menyatakan setia terhadap anaknya yazid. Muawiyyah mencontoh monarki di persia dan bizantium, dia tetap enggunakan khalifah, namun dia memberi interpresi baru dari kata-kata itu untuk menggunakan jabatan tersebut. Dia menyebut khalifah “Allah” dalam pengertian “penguasa” yang diangkat oleh allah . Sebelum muawiyyah wafat diamanati untuk menjaga dan melestarikan jabatan khaliah. Jabatan raja menjadi pusaka warisan secara turun temurun, sangat berbeda sekali dengan pemerinahannya khulafaurrasyidin.

Perbedaan pemerintahan bani umayyah dengan khulafaurrasyidin adalah:

a.    Raja adalah penguasa dan wajib ditaati.
b.    Raja memiliki hak penuh dengan kemampuannya.
c.    Rakyat sebagai pembantu raja.
d.    Tidak ada ungkapan yang dipenuhi dari rakyat.


Pemerintahan khulafaurrasyidin:

a.    Raja sebagai pemegang amanah.
b.    Khalifah tidak mau semena-mena


Sumber : Disini
Share:

Prespektif HAM & UU HAM

jd1. Prespektif HAM

Penyampaian pendapat di muka umum merupakan bentuk hak asasi manusia dalam mendirikan Negara yang memiliki nilai Demokrasi yang baik. Bisa dikatakan merupakan amanat konstitusional dimana tertuang dalam Pasal 28 huruf J Undang-undang Dasar 1945 ayat 1 & 2 (amandemen kedua). Terdapat suatu pembatasan dalam Undang-undang Dasar 45 terkait kebebasan yang tidak absolute karena dibebani oleh moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum.

Sedangkan dalam Undang-undang No 9 tahun 1998 bentuk penyampaian pendapat di muka umum haruslah melakukan pemberitahuan ke pada pihak berwenang dengan segala prasyarat yang diatur dalam Undang-undang No. 9 tahun 1998. Maka, apabila bentuk penyampaian di muka umum dilarang oleh pihak-pihak terkait dilarang, bentuk pelarangan tersebut sama dengan menentang konstitusional.

Undang-undang No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM)

Pasal 23

(1) Setiap orang bebas untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya.

(2) Setiap orang bebas untuk mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya, secara lisan dan atau tulisan melalui media cetak maupun elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.

Pasal 25

Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat di muka umum, termasuk hak untuk mogok sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Terkait dengan Undang-undang No 39 tahun 1999 tentang HAM tertuang di dalamnya bahwa kebebasan dalam berpendapat adalah hak yang harus diberikan Negara dan tidak boleh dipasung. Dan kebebasan tetap harus di batasi dengan nilai-nilai yang ada agar tercipta ketertiban.

Share:

Pembinaan Undang-undang Lalulintas ( Bab IV )

ewBAB IV
PEMBINAAN

Pasal 5

(1) Negara bertanggung jawab atas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan pembinaannya dilaksanakan oleh Pemerintah.

(2) Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. perencanaan,
b. pengaturan,
c. pengendalian dan
d. pengawasan.

(3) Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh instansi pembina sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya yang meliputi:

        1. urusan pemerintahan di bidang Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang Jalan,
        2. urusan pemerintahan di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
        3. urusan pemerintahan di bidang pengembangan industri Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang industri,
        4. urusan pemerintahan di bidang pengembangan teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, oleh kementerian negara yang bertanggung jawab di bidang pengembangan teknologi dan
        5. urusan pemerintahan di bidang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas, oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.



Pasal 6

(1) Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang dilakukan oleh instansi pembina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) meliputi:

        1. penetapan sasaran dan arah kebijakan pengembangan sistem Lalu Lintas dan Angkutan Jalan nasional,
        2. penetapan norma, standar, pedoman, kriteria, dan prosedur penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berlaku secara nasional,
        3. penetapan kompetensi pejabat yang melaksanakan fungsi di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan secara nasional,
        4. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi, pemberian izin, dan bantuan teknis kepada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dan
        5. pengawasan terhadap pelaksanaan norma, standar, pedoman, kriteria, dan prosedur yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

(2) Dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat menyerahkan sebagian urusannya kepada pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota.

(3) Urusan pemerintah provinsi dalam melakukan pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi:

        1. penetapan sasaran dan arah kebijakan sistem Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi dan kabupaten/kota yang jaringannya melampaui batas wilayah kabupaten/kota,
        2. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi, dan izin kepada perusahaan angkutan umum di provinsi dan
        3. pengawasan terhadap pelaksanaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi.

(4) Urusan pemerintah kabupaten/kota dalam melakukan pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi:

        1. penetapan sasaran dan arah kebijakan sistem Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kabupaten/kota yang jaringannya berada di wilayah kabupaten/kota,
        2. pemberian bimbingan, pelatihan, sertifikasi, dan izin kepada perusahaan angkutan umum di kabupaten/kota dan
        3. pengawasan terhadap pelaksanaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kabupaten/kota.
Share:

Ketentuan Umum Undang–undang Lalulintas ( Bab I )

unnamed













































Share:

Kamis, 24 Oktober 2013

Prespektif Hukum Politik Negara

imageslDari segi Historis keberadaan Undang-undang No 9 tahun 1998 merupakan bentuk Undang-undang yang dibuat secara temporer atau tidak berbentuk Ultinum Remidium. Tetapi pada pasal 510 KUHP dinyatakan bahwa dalam melakukan penyampaian pendapat harus mendapat ijin dari pihak berwenang, hal ini dilakukan oleh kolonial Belanda untuk mencegah terjadinya kesatuan dalam melawan pemerintah Belanda pada saat itu.

Lahirnya Undang-undang No 9 tahun 1998 dikarenakan desakan dimana masa pemerintahan BJ Habibie menggantikan lengsernya Presiden Soeharto dengan revormasi. Hal ini berkelanjutan dengan maraknya demonstrasi yang terjadi di berbagai tempat.


Bila dikaitkan dengan hukum politik dimana kebijakan kriminalisasi terhadap kebebasan mengemukakan pendapat di muka umum, terdapat penjelasan terkait dengan konstitusional yang mengatur kebebesan berpendapat di muka umum. Indonesia merupakan Negara yang berasaskan pancasila yang memiliki budaya sopan santun atau tata krama yang baik (budaya timur). Budaya inilah yang mengandung batasan-batasan dalam memukakan pendapat di muka umum, yang diantaranya bernilaikan :


  1. Moral
  2. Nilai-nilai agama
  3. Keamanan dan ketertiban umum.

Moral bangsa Indonesia merupakan dimana bangsa yang memiliki budi luhur dalam menghormati tiap saudaranya.

Nilai-nilai agama merupakan nilai dengan batasan yang tumbuh menjadi budaya pada bangsa Indonesia dan merupakan bagian parameter moral.

Keamanan dan ketertiban umum merupakan hal yang penting dalam menyelenggarakan pemerintahan yang baik dan hal ini merupakan bagian penting dalam bentuk pembatasan penyampaian pendapat di depan umum.

Ada aspek dimana pada hakikatnya kebebasan merupakan hak asai manusia yang hakiki dan hanya terbatasi oleh hak manusia yang lain.

Maka dengan kebebasan berpendapat tersebutlah bermunculan demonstrasi atau unjuk rasa yang merupakan aksi berdasarkan reaksi ketidakadilan yang dilakukan oleh penguasa atau pemerintah terhadap rakyatnya. Demonstrasi atau unjuk rasa merupakan bagian dari sebuah bentuk (wadah) yang menjadi bagian dari demokrasi.

Pada prinsipnya demonstrasi atau unjuk rasa merupakan reaksi dari suatu kemungkaran yang harus dicegah atau diluruskan. Hal ini terdapat pada hadist dari Abu Said al-Khudri r.a.,
katanya: “Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: “Barangsiapa diantara engkau semua melihat sesuatu kemungkaran, maka hendaklah mengubahnya itu dengan tangannya, jikalau tidak dapat, maka dengan lisannya dengan jalan menasihati orang yang melakukan kemungkaran tadi -dan jikalau tidak dapat juga- dengan lisannya, maka dengan hatinya -maksudnya hatinya mengingkari serta tidak menyetujui perbuatan itu. Yang sedemikian itu -yakni dengan hati saja- adalah selemah-lemahnya keimanan.” (Riwayat Muslim)

Dari hadist di atas dapat dijelaskan bahwa penyampaian pendapat di muka umum dapat dibenarkan guna mengubah kemungkaran atau keburukan, hal ini termasuk dalam usaha ke dua yaitu menasihati dengan lisan walau hal ini mendapat pertentangan karena ada ulama lain yang berpendapat nasihat tersebut harus disampaikan tidak di depan umum. Akan tetapi sudah menjadi rahasia umum bahwa penyamapaian pendapat atau nasihat dengan secara tertutup merupakan hal yang tak berguna.

Dan perbuatan demonstrasi atau unjuk rasa merupakan bentuk jihad untuk meluruskan penguasa agar tidak sewenang-wenang, hal ini terdapat dalam hadist dari Abu Said al-Khudri r.a. dari Nabi s.a.w.

sabdanya: “Seutama-utamanya jihad ialah mengucapkan kalimat menuntut keadilan di hadapan seorang sultan -pemegang kekuasaan negara yang menyeleweng.”

Diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan Imam Tirmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah hadits hasan. Dengan hadist tersebut walau tak kuat namun dapat kita kategorikan baik, karena sedikit orang yang berani meluruskan kekuasaan yang sewenang-wenang atau tidak adil. Dengan begitu perbuatan menuntut keadilan dapat dikategorikan sebagai bentuk unjuk rasa atau demonstrasi.

Dengan begitu dalam Islam membenarkan penyampaian pendapat terhadap penguasa agar tidak terjadi penyimpangan terhadap amanat yang dipikulnya, karena sebenarnya penguasa merupakan pelayan rakyatnya.

Permasalahan timbul ketika pemerintah menerapkan Undang-undang No. 9 tahun 1998 yang menjadikan kemerdekaan dalam menyamapaikan pendapat di muka umum dapat dikriminalkan (kriminalisasi) dengan alasan pokonya agar dapat menjaga ketertiban. Alasan atau dasar filosofi (Undang-undang No 9 th 1998) tersebut seharusnya bukan menjadi tolak ukur kriminal. Kriminalisasi dalam hal ini dapat dibenarkan bila memenuhi kebijakan-kebijakan sebagai berikut :

Harus ditempatkan dalam kerangka tujuan pembangunan nasional. Pembangunan nasional dalam hal ini terkait bukan hanya fisik saja.

Harus sesuai dengan prinsip fungsionalisasi hukum pidana sebagai Ultimum Remidium yang terintergrasi dengan Non Penal approach dalam penanggulangan kejahatan secara keseluruhan. Dalam Undang-undang No 9 th 1998 tidaklah termasuk dalam klasifikasi ini karena terindikasi munculnya Undang-undang tersebut bersifat temporer akibat kerusuhan akibat reformasi tahun 1997. Dapat dikatakan merupakan produk Undang-undang yang premature.

Harus mempertimbangkan kemampuan SDM aparat penegak hukum yang akan menjalankan Undang-undang pidana setelah ditetapkan. Aparat dalam hal ini belum siap karena acap kali terpancing oleh masa demonstran dan berakhir bentrok (anarkis), ketidak seimbanganpun terjadi dengan jumlah masa demonstran dengan jumlah aparat yang ada. Walau terdapat rumusan 1 polisi = 5 demonstran.

Harus berdasarkan atas Cost and Benefit Principle Analisys. Pembentukan Undang-undang ini tidak seimbang antara biaya dan hasil yang didapatkan pemerintah atau penguasa karena hasil atas keberadaan Undang-undang ini tidak maksimal.

Harus mempertimbangkan efek atau ekses yang timbul setelah kriminalisasi baik terhadap korban, masyarakat atau Negara maupun pelaku (termasuk jika perbuatan tersebut tidak dikriminalkan).

Harus merupakan perbuatan immoral atas warga masyarakat atau Harm to Society. Jika perbuatan demonstrasi terdapat hal-hal yang menciderai moral masyarakat maka patut untuk ditindak, namun jika terjadi sebaliknya aparat tidak bisa menjadikan perbuatan tersebut sebagai bentuk pelanggaran.

Harus tidak boleh sekedar reaksi temporer. Dalam munculnya Undang-undang ini merupakan bentuk reaksi sesaat akibat ketakutan pemerintah dengan terjadinya banyak demonstrasi pasca revormasi tahun 1997. 
Share:

Minggu, 20 Oktober 2013

Zakat Hasil Bumi

zakat tumbuhan dan hasil pertanian
Para ulama sepakat mewajibkan zakat atas hasil bumi berupa tenaman-tanaman dan buah-buahan, yang telah mencapai nisabnnya (750 kg) pada setiap panen, berdasarkan Al-quran surat Al-Baqarah Ayat 267 dan surat Al-An’am ayat 141.

Namun Beberaapa para ulama masih berbeda pendapat tentang jenis hasil Bumi yang mana yang wajib dizakati. Ada beberapa pendapat tentang masalah ini sebagai berikut :


* Al-Hasan Al-Bashri, Al-Tsauri, dan Al-Sya’bi berpendapat, yang wajib di jakati itu hanyalah empat macam jenis tanaman-tanaman dan buah-buahan yang ditetapkan berdaasarkan nas Hadist  riwayat Al-Darusqutni, Al-Hakim, Al-Thabrani, dan Al-Baihaqi dari abu Musa dan Mu’adz, yakni : Biji gandum, padi gandum, kurma, dan anggur. selain empat maacam bahan makan tersebut, tidak wajib dizakati. pendapat Ini di dukung Oleh Al-Ayaukani.

* Abu Hanifah berpendapat, wajib dizakati semua hasil tanah yang memang di produksi oleh manusia, dengan sedikit pengecualian, antara lain pohon-pohon yang tidak berbuah. pendapat ini berdasarkan hadist Nabi :
Yang Artinya : Pada Hasil bumu yang mendaapat siraman hujan 10 % zakatnnya.
Hadis Ini mengandung pengertian Umum , jadi meliputi semua jenis tanaman-tanaman dan Buah-buahan.

* Abu Yusuf dan Muhammad, kedua Murut terkemuka Abu hanifah, tetapi sering berbeda pendapat dengan mazhab berpendapat, wajib dizakati semua hasil bumi yang bisa tahan setahun tanpa bantuan alat.

* Malik berpendapat, wajib dizakati semua hasil bumi yang bisa tahan lama, kering dan diproduksi oleh manusia.

* Al-Syafi’I berpendapat, wajib di zakati semua hasil bumi yang memberi kekuatan (Mengeyangkan), bisa disimpan lama,dan di produksi oleh manusia.

* Ahmad Bin Hambal berpendapat, wazib di zakati semua  hasil bumi yang kering, yang tahan lama, yang dapat di takar / ditimbang, dan diproduksi oleh manusia.

* Mahmud Syaltut, eks Rektor Universitas Al-Azhar mesir berpendapat, wajib dizakati semua hasil tanam-tanaman dan buah-buahan yang diproduksi manusia, berdasarkan Al-Qur’an Surat Al-an’n ayat 141 :

Yang Artinya : Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjujung dan yang tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnnya, zaitun, delima yang serupa dan tidak sama (rarannya). makanlah dari buahnnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berubah, dan tunaikanlah haknya (zakat) pada hari memetik hasilnya.

dan Surat Al-Baqarah ayat 267 :
Yang Artinnya : Hai Orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sehingga dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu.
Kedua ayat ini menunjukan bahwa semua hasil bumi wazib di zakati, tampa ada kecuali, termasut pula hasil yang terkena pajak, tanaman keras seperti cengkeh, tanaman Rias seperti bunga angrek, semua jenis buah-buahan dan sayur-sayuran. dan Zakat hasil bumi itu berkaitan dengan masa panennya,  bukan setahun sekali; tetapi bisa lebih dari sekali, jika bisa panen lebih dari sekekali setahun, dan sebaliknnya bisa lebih dari setahun sekali zakat  nya, jika jenis tanaman itu panennya lebih dari semua.


Share:

Bank Non-islam dan Bank ISLAM

indexBank Non islam atau  conventional bank adalah sebuah bank lembaga keuangan yang berfungsi utamannya menghimpun dana untuk disalurkan kepada yang memerlukan dana, baik perorangan atau badan guna investasi dalam usaha-usaha yang produktif dan lain-lain dengan sistem bunga,
sedangkan Bank Islam Ialah sebuah lembaga keuangan yang menjalankan operasinya menurut hukum syariat islam. sudah tentu bank islam tidak memakai sistem bunga, sebab bunga dilarang oleh islam.

Sebagai Peganti sitem bunga, bank Islam menggunakan sebagai cara yangberssih dari unsur riba, antara lain ialah sebagai berikut :


* wadia ( titipan Uang, barang, dan Suraat berharga atau deposito).

Lembaga Fiqh islam “wadiah” ini bisa diterangkan oleh bank islam dalam operasinya menghimpun dana dari masyarakat, dengan cara menerima deposito berupa uang, barang dan surat-surat berharga sebagai amanat yang wajib dijaga keselamatannya oleh bank islam. bank berhak meggunakan dana yang didepositokan itu tanpa harus membayar imbalan ( rente/riba), tetapi bank harus menjamin bisa mengembalikan dana itu oada waktu pemiliknya(depositor) memerlukannya.


* Mudharabah ( kerja sama antara pemilik modal dengan pelaksana atas dasar perjanjian profit and loss sharing ).


Dengan Mudharabah ini, bank islam dapat memberikan tambahan modal kepada pengusaha untuk perusahaannya dengan perjanjian bagi hasil dan rugi yang perbandingannya sesuai dengan perjanjian, Misalnya Fifty-fifty. dalam Mudharabah ini, bank tidak mencampuri manajemen perusahaan.


* Musyarakah/Syikrah (Persekutuan).

Dibawah Musyarakah/Syikrah ini, Pihak bank dan pihak pengusaha sama-sama mempunyai Andil (saham) pada usaha patungan (Joint Venture). karena itu, ke dua belah pihak berpartisipasi mengelola usaha patungan ini dan menaggung untung nya bersama atas dasar perjanjian Profit and loss Sharing (PLS Agreement).


* Murabahah ( Jual Belibarang dengan tambahan Harga
Atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur).

dalam Murabahan ini orang pada hakikatnya ingin merubah bentuk bisnisnnya dari kegiatan pinjam meminjam menjadi transaksi jualbeli ( landing ektifiti menjadi sale and purcare transaksiont ) dengan sistem MUrabahah ini bank tidak membelikan atau menyediakan barang-barang yang diperlukan oleh bank usaha untuk dijual lagi, dan banyak minta tambahan harga (Kospus ) atas harga pembelinya.



*  Qardh Hasan ( Pinjaman yang baik atau bernevolent loan ).

Bank islam dapat memberikan pinjaman tampa bunga Bernevolent loan kepada para nasabah yang baik, terutama nasabah yang punya deposito di bank islam itu sebagai salah satu service dan penghargaan bank kepada para deposan, karena deposan tidak menerima bunga atas deposito nya dari bank islam.



* Bank islam juga dapat menggunakan modalnya dan dana yang terkumpul untuk inventasi langsung dalamm berbagai bidang usaha yang profitebel. dalam hal ini bank sendiri yang melakukan menejemennya secara  langsung , berbeda dangan inventasi patungan : maka manajemennya dilakukan oleh bank bersama patner usahanya dengan perjanjian ptofit and loss sharing.



* Bank islam boleh pula mengelola zakat di negara yang pemerintahnya tidak mengelola zakat secara langsung. dan bank juga dapat menggunakan sebagai zakat yang terkumpul untuk proyek-proyek yang produktif, yang hasilnya untuk kepentingan agama dan Umum.



* Bank islam juga boleh memungut dan  menerima pembayaran untuk :

    1. Mengganti biaya-biaya yang langsung dikeluarkan oleh bank dalam melaksanakan pekerjaan untuk kepentingan nasabah, misalnnya biaya telegram, telepon, teleks dalam memindahkan atau memberitahukan rekening nasabah dan sebagainnya.
    2. membayar gaji para kariawan bank yang memerlukan pekerjaan untuk kepentingan nasabah, untuk sarana dan pra sarana yang disediakn oleh bank dan biaya Adminitrasi pada umumnya.

Dari segi Hukum Fiqh Islam, bank memang telah memenuhi syarat-syarat untuk memungut dan menerima pembayaran-pembayaran tersebut diatas, karena bank telah melaksanakan pekerjaan atau pelayanan yang diminta oleh nasabahnnya dan nasabahnnya telah memperoleh mamfaatnnya.

Demikianlah sebagian kegiatan Operaasional bank islam, yang jelas berbedaa dengan bank konversional yang memekai sistem bunga untuk sebagian besar kegiatannya.
Share:

Sabtu, 12 Oktober 2013

Hukum menjualbelikan darah

gambar-kantong-darahmenginget semua jenis darah termasuk darah manusia itu najis berdasarkan hadist riwayat al-bukhori dan muslim dari jabir r.a. kecuali barang najis yang ada manfaatnya bagi manusia seperti kotoran hewan atau keperluan rabuk. menurut mazhab hanafi dan dzahiri islam membolehkan jualbeli darah manusia, karena besar sekali manfatnya bagi manusia guna menolong jiwa sesama manusia yang memerlukan tranfusi darah karena operasi, kecelakaan dan sebagainya.

namun menurut saya jualbeli darah manusia itu tidak etis karena bertentangan dengan tujuan semula yang luhur, ialah untuk amal kemanusian semata guna menyelamatkan jiwa sesama manusia, karena itu seharusnya jualbeli darah manusia itu, dilarang baik menurut hukum islam maupun hukum positif diindonesia, karena bertentangan dengan moral agama dan moral pancasila terutama sila I dan II, yakni ketuhanan yang maha esa, dan kemanusiaan yang adil dan beradap.
Share:

HUKUM KEWARISAN

Kompilasi Hukum Islam Buku II:

HUKUM KEWARISAN

BUKU II
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 171
Yang dimaksud dengan:
a. Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan(tirkah) pewaris,menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.

b. Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.

c. Ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.

d. Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya.

e. Harta waris adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.

f. Wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia.

g. Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.

h. Anak angkat adalah anak yang dalam pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggung jawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasarkan putusan Pengadilan.

i. Baitul Mal adalah Balai Harta Keagamaan.



BAB II
AHLI WARIS
Pasal 172

Ahli waris dipandang beragama Islam apabila diketahui dari Kartu Identitas atau pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau anak yang belum dewasa, beragama menurut ayahnya atau lingkungannya.


Pasal 173
Seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena:

a. dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat para pewaris;

b. dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.


Pasal 174

(1) Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:

a. Menurut hubungan darah:
- golongan laki-laki terdiri dari : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek.
- golongan perempuan terdiri dari : ibu, anak perempuan, saudara perempuan dari nenek.

b. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari : duda atau janda.

(2) Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda.


Pasal 175
(1) Kewajiban ahli waris terhadap pewaris adalah:
a. mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai;

b. menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan, termasuk kewajiban pewaris maupun penagih piutang;

c. menyelesaikan wasiat pewaris;

d. membagi harta warisan di antara wahli waris yang berhak.

(2) Tanggung jawab ahli waris terhadap hutang atau kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah atau nilai harta peninggalannya.


BAB III
BESARNYA BAHAGIAN
Pasal 176
Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat separoh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan.

Pasal 177
Ayah mendapat sepertiga bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila ada anak, ayah mendapat seperenam bagian.


Pasal 178
(1) Ibu mendapat seperenam bagian bila ada anak atau dua saudara atau lebih. Bila tidak ada anak atau dua orang saudara atau lebih, maka ia mendapat sepertiga bagian.

(2) Ibu mendapat sepertiga bagian dari sisa sesudah diambil oleh janda atau duda bila bersama-sama dengan ayah.


Pasal 179
Duda mendapat separoh bagian, bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagian.


Pasal 180
Janda mendapat seperempat bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila pewaris meninggalkan anak maka janda mendapat seperdelapan bagian.


Pasal 181
Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu masing-masing mendapat seperenam bagian. Bila mereka itu dua orang atau lebih maka mereka bersama-sama mendapat sepertiga bagian.


Pasal 182
Bila seorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, sedang ia mempunyai satu saudara perempuan kandung atau seayah, maka ua mendapat separoh bagian. Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih, maka mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian.

Bila saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara laki-laki kandung atau seayah, maka bagian saudara laki-laki dua berbanding satu dengan saudara perempuan.


Pasal 183
Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya.


Pasal 184
Bagi ahli waris yang belum dewasa atau tidak mampu melaksanakan hak dan kewajibannya, maka baginya diangkat wali berdasarkan keputusan Hakim atas usul anggota keluarga.


Pasal 185
(1) Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada sipewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam Pasal 173.
(2) Bagian ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat dengan yang diganti.


Pasal 186
Anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling mewaris dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya.


Pasal 187
(1) Bilamana pewaris meninggalkan warisan harta peninggalan, maka oleh pewaris semasa hidupnya atau oleh para ahli waris dapat ditunjuk beberapa orang sebagai pelaksana pembagian harta warisan dengan tugas:

a. mencatat dalam suatu daftar harta peninggalan, baik berupa benda bergerak maupun tidak bergerak yang kemudian disahkan oleh para ahli waris yang bersangkutan, bila perlu dinilai harganya dengan uang;

b. menghitung jumlah pengeluaran untuk kepentingan pewaris sesuai dengan Pasal 175 ayat (1) sub a, b, dan c.

(2) Sisa dari pengeluaran dimaksud di atas adalah merupakan harta warisan yang harus dibagikan kepada ahli waris yang berhak.


Pasal 188
Para ahli waris baik secara bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan permintaan kepada ahli waris yang lain untuk melakukan pembagian harta warisan. Bila ada diantara ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan pembagian warisan.


Pasal 189
(1) Bila warisan yang akan dibagi berupa lahan pertanian yang luasnya kurang dari 2 hektar, supaya dipertahankan kesatuannya sebagaimana semula, dan dimanfaatkan untuk kepentingan bersama para ahli waris yang bersangkutan.

(2) Bila ketentuan tersebut pada ayat (1) pasal ini tidak dimungkinkan karena di antara para ahli waris yang bersangkutan ada yang memerlukan uang, maka lahan tersebut dapat dimiliki oleh seorang atau lebih ahli waris yang dengan cara membayar harganya kepada ahli waris yang berhak sesuai dengan bagiannya masing-masing.


Pasal 190
Bagi pewaris yang beristeri lebih dari seorang, maka masing-masing isteri berhak mendapat bagian atas gono-gini dari rumah tangga dengan suaminya, sedangkan keseluruhan bagian pewaris adalah menjadi hak para ahli warisnya.


Pasal 191
Bila pewaris tidak meninggalkanahli waris sama sekali atau ahli warisnya tidak diketahui ada atau tidaknya, maka harta tersebut atas putusan Pengadilan Agama diserahkan penguasaannya kepada Baitul Mal untuk kepentingan Agama Islam dan kesejahteraan umum.


BAB IV
AUL DAN RAD
Pasal 192
Apabila dalam pembagian harta warisan di antara para ahli warisnya Dzawil furud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih besar dari angka penyebut, maka angka penyebut dinaikkan sesuai dengan angka pembilang, dan baru sesudah itu harta warisnya dibagi secara aul menutu angka pembilang.


Pasal 193
Apabila dalam pembarian harta warisan di antara para ahli waris Dzawil furud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih kecil dari angka penyebut, sedangkan tidak ada ahli waris asabah, maka pembagian harta warisan tersebut dilakukan secara rad, yaitu sesuai dengan hak masing-masing ahli waris sedang sisanya dibagi berimbang di antara mereka.


BAB V
WASIAT
Pasal 194
(1) Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga.

(2) Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat.

(3) Pemilikan terhadap harta benda seperti dimaksud dalam ayat (1) pasal ini baru dapat dilaksanakan sesudah pewasiat meninggal dunia.


Pasal 195
(1) Wasiat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis dihadapan dua orang saksi, atau dihadapan Notaris.

(2) Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujui.

(3) Wasiat kepada ahli waris berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris.

(4) Pernyataan persetujuan pada ayat (2) dan (3) pasal ini dibuat secara lisan di hadapan dua orang saksi atau tertulis di hadapan dua orang saksi di hadapan Notaris.


Pasal 196
Dalam wasiat baik secara tertulis maupun lisan harus disebutkan dengan tegas dan jelas siapa atau lembaga apa yang ditunjuk akan menerima harta benda yang diwasiatkan.


Pasal 197
(1) Wasiat menjadi batal apabila calon penerima wasiat berdasarkan putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dihukum karena:

a. dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat kepada pewasiat;

b. dipersalahkan secara memfitrnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewasiat telah melakukan sesuatu kejahatan yang diancam hukuman lima tahun penjara atau hukuman yang lebih berat;

c. dipersalahkan dengan kekerasan atau ancaman mencegah pewasiat untuk membuat atau mencabut atau merubah wasiat untuk kepentingan calon penerima wasiat;

d. dipersalahkan telah menggelapkan atau merusak atau memalsukan surat wasiat dan pewasiat.


(2) Wasiat menjadi batal apabila orang yang ditunjuk untuk menerima wasiat itu:

a. tidak mengetahui adanya wasiat tersebut sampai meninggal dunia sebelum meninggalnya pewasiat;
b. mengetahui adanya wasiat tersebut, tapi ia menolak untuk menerimanya;

c. mengetahui adanya wasiat itu, tetapi tidak pernah menyatakan menerima atau menolak sampai ia meninggal sebelum meninggalnya pewasiat.


(3) Wasiat menjadi batal apabila yang diwasiatkan musnah.


Pasal 198
Wasiat yang berupa hasil dari suatu benda ataupun pemanfaatan suatu benda haris diberikan jangka waktu tertentu.


Pasal 199
(1) Pewasiat dapat mencabut wasiatnya selama calon penerima wasiat belum menyatakanpersetujuan atau sesudah menyatakan persetujuan tetapi kemudian menarik kembali.

(2) Pencabutan wasiat dapat dilakukan secara lisan dengan disaksikan oleh dua orang saksi atautertulis dengan disaksikan oleh dua prang saksi atau berdasarkan akte Notaris bila wasiatterdahulu dibuat secara lisan.

(3) Bila wasiat dibuat secara tertulis, maka hanya dapat dicabut dengan cara tertulis dengan disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akte Notaris.

(4) Bila wasiat dibuat berdasarkan akte Notaris, maka hanya dapat dicabut berdasarkan akte Notaris.


Pasal 200
Harta wasiat yang berupa barang tak bergerak, bila karena suatu sebab yang sah mengalami penyusutan atau kerusakan yang terjadi sebelum pewasiat meninggal dunia, maka penerima wasiat hanya akan menerima harta yang tersisa.


Pasal 201
Apabila wasiat melebihi sepertiga dari harta warisan sedangkan ahli waris ada yang tidak menyetujui, maka wasiat hanya dilaksanakan sampai sepertiga harta warisnya.


Pasal 202
Apabila wasiat ditujukan untuk berbagai kegiatan kebaikan sedangkan harta wasiat tidak mencukupi, maka ahli waris dapat menentukan kegiatan mana yang didahulukan pelaksanaannya.


Pasal 203
(1) Apabila surat wasiat dalam keadaan tertutup, maka penyimpanannya di tempat Notaris yang membuatnya atau di tempat lain, termasuk surat-surat yang ada hubungannya.

(2) Bilamana suatu surat wasiat dicabut sesuai dengan Pasal 199 maka surat wasiat yang telah dicabut itu diserahkan kembali kepada pewasiat.


Pasal 204
(1) Jika pewasiat meninggal dunia, maka surat wasiat yang tertutup dan disimpan pada Notaris, dibuka olehnya di hadapan ahli waris, disaksikan dua orang saksi dan dengan membuat berita acara pembukaan surat wasiat itu.

(2) Jika surat wasiat yang tertutup disimpan bukan pada Notaris maka penyimpan harus menyerahkan kepada Notaris setempat atau Kantor Urusan Agama setempat dan selanjutnya Notaris atau Kantor Urusan Agama tersebut membuka sebagaimana ditentukan dalam ayat (1) pasal ini.

(3) Setelah semua isi serta maksud surat wasiat itu diketahui maka oleh Notaris atau Kantor Urusan Agama diserahkan kepada penerima wasiat guna penyelesaian selanjutnya.


Pasal 205
Dalam waktu perang, para anggota tentara dan mereka yang termasuk dalam golongan tentara dan berada dalam daerah pertempuran atau yang berada di suatu tempat yang ada dalam kepungan musuh, dibolehkan membuat surat wasiat di hadapan seorang komandan atasannya dengan dihadiri oleh dua orang saksi.


Pasal 206
Mereka yang berada dalam perjalanan melalui laut dibolehkan membuat surat wasiat di hadapan nakhoda atau mualim kapal, dan jika pejabat tersebut tidak ada, maka dibuat di hadapan seorang yang menggantinya dengan dihadiri oleh dua orang saksi.


Pasal 207
Wasiat tidak diperbolehkan kepada orang yang melakukan pelayanan perawatan bagi seseorang dan kepada orang yang memberi tuntunan kerohanian sewaktu ia menderita sakit sehingga meninggalnya, kecuali ditentukan dengan tegas dan jelas untuk membalas jasa.


Pasal 208
Wasiat tidak berlaku bagi Notaris dan saksi-saksi pembuat akte tersebut.


Pasal 209
(1) Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan Pasal 176 sampai dengan Pasal 193 tersebut di atas, sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta wasiat anak angkatnya.

(2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.


BAB VI
HIBAH
Pasal 210
(1) Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun berakal sehat tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta bendanya kepada orang lain atau lembaga di hadapan dua orang saksi untuk dimiliki.

(2) Harta benda yang dihibahkan harus merupakan hak dari penghibah.


Pasal 211
Hibah dari orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan.


Pasal 212
Hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah orang tua kepada anaknya.


Pasal 213
Hibah yang diberikan pada saat pemberi hibah dalam keadaan sakit yang dekat dengan kematian, maka harus mendapat persetujuan dari ahli warisnya.


Pasal 214
Warga negara Indonesia yang berada di negara asing dapat membuat surat hibah di hadapan Konsulat atau Kedutaan Republik Indonesia setempat sepanjang isinya tidak bertentangan dengan ketentuan pasal-pasal ini. 

Share:
Copyright © ILMU HUKUM | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com|Distributed By Blogger Templates20